Advertisement

Responsive Advertisement

Mengapa kamu Berjilbab?




Sudah sejak 3 detik yang lalu angin menerpa wajahmu. Membuat jari-jarimu berusaha menahan kain jilbab yang hampir disingkap angin. Aku menghentikan obrolanku, membiarkan angin menerbangkan topik yang sedang kita bicarakan sebelumnya.

Apa yang membuatmu ingin melindungi kerudung itu?” pertanyaan itu melintas begitu saja dalam benakku.
Sebuah alasan.” Jawabmu. Tanganmu masih membetulkan jilbab.
Alasan?” tanyaku lagi.
Bagiku, kerudung adalah identitas. Sebenarnya aku lebih suka menyebutnya jilbab.” Katamu. “Kamu juga akan melindungi apa saja yang menjadi identitas bagimu kan?” kamu balik bertanya, menyipitkan dua matamu ke arahku.
oh ya tentu saja.” Jawabku.
Jilbab adalah identitasku, identitas seorang muslimah. Jika jilbab ini hilang dari diriku, maka hilang pula identitasku.” Katamu.
***
                Semua orang perlu identitas yang dirasakan oleh indra, sekalipun kita telah memilikinya sejak lama. Sesuatu seperti nama kita. Keluarga, bahkan orang-orang boleh jadi sudah tahu nama kita sejak dulu, namun kita tetap harus memiliki KTP atau tanda identitas apa saja yang didalamnya ditulis nama kita.

                Barangkali Identitas keimanan pun, bagi muslimah, harus ditunjukkan dalam bentuk mengenakan jilbab. Iman memang berada di dalam dada, namun ia perlu ditunjukkan dalam bentuk pakaian apa saja yang sesuai dengan tuntunan agama. Sama halnya dengan kartu tanda pengenal, KTP misalnya, ia menjadi penanda identitas siapa pemiliknya.

                Barangkali, sama halnya dengan lisensi mengemudi yang kamu miliki. Ia berfungsi untuk menujukkan identitas pemiliknya kalau ia cukup layak mengemudi sebuah kendaraan. Level kemampuan mengemudikan kendaraan tentu saja tak tampak oleh mata, karenanya ia perlu ditunjukkan oleh sebuah “bentuk fisik” berbentuk kartu atau apa saja.

                Begitulah cara penanda identitas bekerja. Dalam beberapa hal, ia perlu sebuah pembuktian yang dapat diindra. Tak cukup dengan kata, kalimat atau paragraf pengakuan saja. Jika jilbab adalah sebuah penanda keimanan bagi seorang muslimah, maka ia memang harus dikenakan; tanpa tapi, tanpa nanti.
***
Kapan kamu berjilbab?” pertanyaanku lagi-lagi meluncur deras ke arahmu.
Sejak SMP.” Katamu. “ saat itu, ada seseorang yang menyadarkanku.”
apa yang membuatmu sadar?” tanyaku lagi.
sepenggal kata-kata.” Katamu. “kalau berjilbab itu baik, mengapa harus ditunda? Belum tentu hari esok akan jadi milik kita.”
***
Seperti selamanya, masa depan selalu menjadi misteri. Bahkan kita tak pernah bisa menapaki masa depan. Karena esok selalu menjadi hari ini.

Begitupun kiranya dengan waktu yang tepat untuk mengenakan jilbab. Karena kita tak tahu apa yang akan terjadi besok, lusa, seminggu lagi, sebulan lagi atau kapan saja di masa depan, maka waktu yang paling tepat adalah sekarang juga. Iya, sekarang.
***
Barangkali kini ada banyak pikiran tentang jilbab yang kamu kenakan, atau jilbab yang belum kamu kenakan. Namun, barangkali ada sejumlah alasan yang sampai saat sekarang ini masih kamu pegang..
Barangkali alasanmu berjilbab karena meyakini satu hal; dengan mengenakan jilbab, maka langkahmu untuk menjadi wanita shalihah semakin dekat. Dengannya, kamu berharap bisa memperbesar kemungkinan dia yang shalih, orang yang lama kamu idamkan sebagai “jodoh”, datang mendekat dan meminangmu sebagai pendamping hidupnya.

Barangkali itu bukan hal yang salah. Namun ada yang lebih manis lagi, jika alasanmu berjilbab adalah untuk ibadah. Barangkali ini akan membuat wajahmu sedikit berkerut, atau membuat dirimu ingin berhenti membaca tulisan ini. Tak apa, semua butuh proses. Termasuk memahami jika berjilbab memang merupakan salah satu cara ibadah yang khusus muslimah saja yang bisa melakukannya.
Tak apa jika dirimu belum memahaminya saat ini, tapi suatu saat nanti kamu pasti akan paham. Suatu saat nanti...

Jika pemahaman itu telah datang di hati yang sudah menantinya dalam waktu yang panjang, maka kesadaran itu akan datang. Kesadaran yang dengan sederhana bisa diungkapkan dengan :
“Aku berjilbab bukan karena dia, tapi karena Dia“
***
2 detik kemudian angin itu kembali datang. Angin yang berusaha menerbangkan jilbab yang kamu pakai. Hanya saja kali ini tak ada lagi pertanyaan yang kulempar saat jari-jarimu berusaha membetulkan kain jilbab yang kamu kenakan.

Kali ini aku menyerah mempertanyakan segala sesuatu tentangmu; sejak jilbab itu kamu namai identitas, sejak mengenakannya kamu anggap sebagai bentuk ibadah.

Jadi, kubiarkan saja angin itu menerpa lembut kain jilbabmu. Berlomba dengan berkas cahaya yang beberapa diantaranya menerpa wajahmu. Karena alasanmu berjilbab lebih kuat dari yang kubayangkan. Tak akan goyah walau diterpa angin kencang, tak akan berbias walau cahaya matahari menyengatmu dengan waktu yang panjang.

---
Foto : http://yana8nurel6bdkbaik.deviantart.com/

Posting Komentar

0 Komentar