Advertisement

Responsive Advertisement

al Jabbar itu Masjid atau Tempat Wisata?

Akun X @petanirumah, seorang warga net, mengeluhkan dirinya dipalak petugas parkir masjid al Jabbar pada tengah April 2024.

Pak petanirumah singgah ke masjid al Jabbar untuk shalat Isya. Namun mengalami pemalakan ketika parkir dan menyimpan sandal.

Sehari setelah postingan tersebut viral, ketua harian dewan eksekutif masjid al Jabbar, pak Herman Suryatman, melakukan evaluasi terhadap petugas. Kemudian secara resmi menyampaikan permohonan maaf dihadapan wartawan.

Saya pribadi pernah beberapa kali mengunjungi masjid al Jabbar. Di pintu parkir, palang pintu ditahan batu agar selalu terbuka. Di depannya, seorang laki-laki nampak sibuk menulisi kertas kecil. Kertas kecil itu adalah tiket. Pada tiket itu, tertulis jam kedatangan kendaraan.

 
Berkunjung ke masjid al Jabbar di libur lebaran 1445 H

Di sini agak lain, manusia menggantikan peran palang pintu parkir otomatis.

Soal tarif parkir, saya harus membayar Rp.5.000. Dua setengah kali lipat lebih mahal dibanding tarif parkir resmi untuk kawasan pinggiran kota Bandung. Melambungkan tarif parkir ini melanggar peraturan. Tapi anehnya, sangat umum terjadi di area-area wisata. 

Pertanyaanya sekarang, mengapa pemalakan bisa terjadi? al Jabbar itu masjid atau tempat wisata?

Menurut pak Edi Saputra Hasibuan, Dosen Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, aksi premanisme meningkat seiring  dengan peningkatan jumlah pengangguran.

Pemalakan adalah kombinasi mengerikan antara ekonomi sulit dan kurangnya lapangan kerja.

Walaupun saya tak setuju dengan praktek pemalakan ini, namun saya  masih bersyukur orang-orang ini tak melakukan tindakan kejahatan semacam merampok atau membegal. 

Orang-orang ini berdiri di area masjid. Di pelataran rumah-Nya. Allah izinkan telinganya mendengar adzan. Saya ingin membangun prangsangka baik. Orang-orang ini sebenarnya bukan orang jahat. Mungkin ibunya rajin pengajian, atau anaknya masih balita. Karena satu dan lain hal yang tak saya ketahui, mereka melambungkan tarif parkir sebagai mata pencahariannya.

Tentang tempat wisata, masjid al Jabbar memang dibranding sebagai destinasi wisata. Tepatnya wisata religi di Jawa Barat. Dalam rentang januari hingga april saja, pengunjungnya mencapai empat juta orang. Jika setiap orang rata-rata membelajakan uang Rp.20.000, dana sebesar 80 milyar berputar di kawasan ini. Saya yakin jumlahnya jauh lebih besar dari itu. Mungkin 270 Triliyun.

statistik masjid al Jabbar sumber di sini

Saya membangun gambaran masjid adalah rumah ibadah yang hangat dan menjadi pusat manusia. Masjid bukanlah candi yang harus hening.

Rasulullah Saw membangun masjid nabawi bukan untuk shalat lima waktu saja. Masyarakat bisa mengadukan masalahnya pada Rasul di sana. Mereka yang lapar bisa mendapati kurma pada tiang-tiang masjidnya. Para murid bisa mendapatkan pengajaran di bawah naungannya. Ia pusat keramaian. Di sekitaran luar masjid, karena terjadi kerumunan, terjadi transaksi jual beli. Ekonomi berputar. 

Dalam konteks masjid al Jabbar, positioning masjid destinasi wisata adalah gerakan ekonominya.

Niat pemerintah jawa barat pastilah baik. Mereka menghadirkan masjid al Jabbar untuk membuat kerumunan baru di area timur Bandung. Dengannya, perputaran uang di Bandung tak terpusat di sekitaran Lembang atau Ciwidey saja. Namun terdistribusi sampai ke Gedebage.

Namun poin saya bukan itu. Saya menangkap kejadian viral ini adalah sebuah tanda. Tanda bahwa antara lapangan pekerjaan yang dibutuhkan, dengan keterampilan yang dimiliki itu tak cocok.

Masjid al Jabbar membutuhkan petugas parkir yang dapat mengoperasikan palang pintu otomatis. Namun, operator saat ini tak melakukan itu.

Saya membayangkan proses rekrutmen petugas parkir masjid diulang. Ia dilakukan dengan profesional. Kalau bisa, ada beberapa tahapan. Mulai dari rekrutmen, wawancara, tes fisik, tes psikologi hingga penelusuran profil pelamar; untuk membuktikan apakah ia memiliki afiliasi pada ormas yang meresahkan warga atau tidak. 

Setelah itu, awasi oleh seorang supervisor. Tugaskan ia berkeliling untuk melakukan inspeksi rutin. Periksa semua touch point yang dilalui pengunjung. Periksa google review, lakukan social media listening.

Masjid al Jabbar sudah dibangun sebagai masjid terbesar di asia tenggara. Dana sudah direalisasikan, ekonomi warga sekitar mulai tumbuh. Beberapa pengunjung masjid bahagia datang ke sini.

Jika ada kekurangan, jangan hancurkan masjidnya. Harusnya kita perbaiki bersama, benahi bersama. Semoga dengannya, Allah ridha kita berkunjung ke rumah-Nya. Di mana pun titik koordinatnya.


 

Posting Komentar

0 Komentar