Beberes Rumah :D |
waktu semakin mendekat kepada waktu shalat
jum’at, beberapa orang yang ditugaskan untuk menjadi khatib jum’at terlihat
sibuk mempersiapkan materi da’wah mereka masing-masing. Tidak terasa jam
menunjukan pukul 10.00 WIB, kami semakin bergegas menyelesaikan bahan da’wah
kemudia segera bersiap-siap ke masjid, maklum tujuan masjid yang ditugaskan
cukup jauh, terutama yang menjadi tugas saya, dan rekan saya, farid. Tempat
saya menjadi khatib jum’at berada di tengah perkampungan yang letaknya didekat
waduk Saguling, tepatnya didaerah Nagrak.
Setelah
menempuh perjalanan selama 45 menit dan diatar oleh teman saya, Heriana
menggunakan sepeda motor, akhirnya saya sampai di masjid al-Falah, Nagrak,
walaupun sempat tersesat kepinggiran waduk saguling.
Setelah sampai ditempat tujuan, saya bertemu dengan warga
disana dan menjelaskan maksud saya datang kesana. Akhirnya waktu jum’at datang
dan saya langsung dipersilahkan untuk menjadi khatib dan imam jum’at. Saya
melihat kesekeliling masjid, masjidnya begitu terlihat klasik, tiang-tiangnya
masih terbuat dari kayu jati asli, dan suasananya begitu asli pedesaan, langit
yang masih bersih, udara yang begitu segar dan telinga yang dipenuhi dengan
suara-suara bising layaknya dikota.
Alhamdulillah
pengalaman menjadi khatib jum’at terpetik di PKKJ, banyak teman-teman takut
menjadi khatib jum’at, namun ini bentuk kasih sayang Allah kepada saya,
walaupun dengan bahasa sunda yang terbata-bata dicampur dengan bahasa indonesia
tapi alhamdulillah saya lancar dalam menghadapinya. Suatu pelajaran yang harus
diperhatikan, saat akan melakukan sesuatu, lihat situasi dan kondisinya, saya
menyiapkan materi da’wah dengan bahasa indonesia, namun ternyata setelah saya
memperhatikan kondisi masyarakat yang hidup di perkampungan ternyata cara
penyampaian yang paling baik adalah dengan bahasa sunda, tentu ini berbeda jauh
dengan bahan yang saya siapkan, tpi alhamdulillah, Allah masih memberikan jalan
kepada saya.
Setelah usai shalat
jum’at, saya diantar oleh ketua Jama’ah nagrak untuk berkunjung kepada guru di
madrasah yang rumahnya kira-kira hanya terhalang lima rumah dari masjid,
namanya Bu Ida, beliau adalah satu dari dua staff pengajar di Madrasah
al-Falah. Madrasah ini yang nantinya akan menjadi tempat mengajar kami setiap
sore.
Sesampainya dirumah
suasana haru menyelimuti kami (uh lebay)semua teman saya yang ditugaskan
menjadi khatib jum’at merasa terharu karena mereka dapat melaluinya dengan
lancar, tentu hal ini tidak lepas dari pertolongan Allah, walaupun pertama kali
menjadi khatib dan imam jum’at, tetapi kami
diberi kemudahan oleh Allah, saya, Farid, Madin, dan Ridwan bisa
melaluinya dengan lancar. Kami langsung bertanya satu sama lain bagaimana
pengalaman menjadi khatib dan imam jum’at, tentunya ini menjadi sangat berkesan
karena hal ini adalah pertama kalinya dalam hidup menjadi khatib dan imam
jum’at.