Advertisement

Responsive Advertisement

PKKJ Diary part II


Beberes Rumah :D
Malam berganti siang, di pagi yang sangat cerah dan udara pedesaan yang segar kami bangun untuk melaksanakan shalat shubuh di Masjid, kemudian dilanjutkan dengan beberes. Ada yanng menyapu bagian dalam rumah, ada yang membakar sampah (padahal biasanya bakar sampah kan sore, tapi saking semangatnya ini bakar sampah malah pagi-pagi :P), ada yang menyiram tanaman, ada juga yang menyapu halaman rumah. Itu bentuk kebersamaan yang sangat sulit dilupakan.
 waktu semakin mendekat kepada waktu shalat jum’at, beberapa orang yang ditugaskan untuk menjadi khatib jum’at terlihat sibuk mempersiapkan materi da’wah mereka masing-masing. Tidak terasa jam menunjukan pukul 10.00 WIB, kami semakin bergegas menyelesaikan bahan da’wah kemudia segera bersiap-siap ke masjid, maklum tujuan masjid yang ditugaskan cukup jauh, terutama yang menjadi tugas saya, dan rekan saya, farid. Tempat saya menjadi khatib jum’at berada di tengah perkampungan yang letaknya didekat waduk Saguling, tepatnya didaerah Nagrak.

Setelah menempuh perjalanan selama 45 menit dan diatar oleh teman saya, Heriana menggunakan sepeda motor, akhirnya saya sampai di masjid al-Falah, Nagrak, walaupun sempat tersesat kepinggiran waduk saguling. Setelah sampai ditempat tujuan, saya bertemu dengan warga disana dan menjelaskan maksud saya datang kesana. Akhirnya waktu jum’at datang dan saya langsung dipersilahkan untuk menjadi khatib dan imam jum’at. Saya melihat kesekeliling masjid, masjidnya begitu terlihat klasik, tiang-tiangnya masih terbuat dari kayu jati asli, dan suasananya begitu asli pedesaan, langit yang masih bersih, udara yang begitu segar dan telinga yang dipenuhi dengan suara-suara bising layaknya dikota.
Alhamdulillah pengalaman menjadi khatib jum’at terpetik di PKKJ, banyak teman-teman takut menjadi khatib jum’at, namun ini bentuk kasih sayang Allah kepada saya, walaupun dengan bahasa sunda yang terbata-bata dicampur dengan bahasa indonesia tapi alhamdulillah saya lancar dalam menghadapinya. Suatu pelajaran yang harus diperhatikan, saat akan melakukan sesuatu, lihat situasi dan kondisinya, saya menyiapkan materi da’wah dengan bahasa indonesia, namun ternyata setelah saya memperhatikan kondisi masyarakat yang hidup di perkampungan ternyata cara penyampaian yang paling baik adalah dengan bahasa sunda, tentu ini berbeda jauh dengan bahan yang saya siapkan, tpi alhamdulillah, Allah masih memberikan jalan kepada saya.
Setelah usai shalat jum’at, saya diantar oleh ketua Jama’ah nagrak untuk berkunjung kepada guru di madrasah yang rumahnya kira-kira hanya terhalang lima rumah dari masjid, namanya Bu Ida, beliau adalah satu dari dua staff pengajar di Madrasah al-Falah. Madrasah ini yang nantinya akan menjadi tempat mengajar kami setiap sore.
Sesampainya dirumah suasana haru menyelimuti kami (uh lebay)semua teman saya yang ditugaskan menjadi khatib jum’at merasa terharu karena mereka dapat melaluinya dengan lancar, tentu hal ini tidak lepas dari pertolongan Allah, walaupun pertama kali menjadi khatib dan imam jum’at, tetapi kami  diberi kemudahan oleh Allah, saya, Farid, Madin, dan Ridwan bisa melaluinya dengan lancar. Kami langsung bertanya satu sama lain bagaimana pengalaman menjadi khatib dan imam jum’at, tentunya ini menjadi sangat berkesan karena hal ini adalah pertama kalinya dalam hidup menjadi khatib dan imam jum’at.