Foto : Google.com |
Tahun
2000 dikenal dengan era milenium, dimana komunikasi dan informasi menjadi
kebutuhan primer saat ini. Tiga belas tahun sudah kita menjalani era milenium,
dan sejauh itu pula kita membutuhkan media komunikasi dan informasi. Banyak
media informasi dan komunikasi yang dikembangkan dari hari ke hari, contohnya Hand
Phone atau telepon genggam yang di awal tahun 2000 kehadirannya sulit
ditemukan kecuali orang-orang tertentu yang biasanya adalah kalangan pejabat
negara atau pengusaha sukses. Seiring berkembangnya kebutuhan zaman, secara
kasar dapat dikatakan semua orang membutuhkan telepon genggam, atau orang masa
kini menyebutnya Hape (sebenarnya pengucapan dari singkatan HP = Hand Phone). Mulai dari pejabat sampai
murid SD (Sekolah Dasar) hari ini memiliki Hape, masing-masing saling
berlomba untuk memiliki fitur yang canggih. Mulai dari kamera digital sampai browser internet, hari ini bisa kita
temukan dalam satu batang hand phone. Begitulah cara manusia saat ini
memenuhi kebutuhan akan pembaharuan informasi.
Perkembangan media komunikasi dan
informasi ini disertai dampak baik dan dampak buruk yang di dunia ini sudah
menjadi fitrah. Ia tidak hanya memudahkan pekerjaan seperti tujuan
utamanya, namun pada beberapa situasi justru membuat repot kita semua. Maka di
sini manusia sebagai organisme yang memiliki akal, sudah sepatutnya memilah dan
memilih media atau teknologi mana saja yang memiliki muatan positif tinggi
disertai muatan negatif rendah, agar media atau teknologi tersebut memberikan
manfaat bagi kehidupan manusia secara maksimal.
Salah satu media informasi dan komunikasi
yang tidak asing bagi kita saat ini adalah sebuah kubus yang berisikan program-program
tertentu bernama Televisi, sebuah kotak penerima gambar bergerak yang mulai dijual
secara komersial sekitar tahun 1920-an. Banyak sekali tayangan bermanfaat yang
televisi hadirkan, mulai dari pukul 04.00 pagi hingga pukul 02.00 dini hari, atau
pada beberapa stasiun televisi lainnya menayangkan program secara sempurna 24
jam, dan sisanya berhenti siaran pada pukul 23.00 malam. Sepuluh jam lebih,
media televisi menayangkan berbagai acara, mulai dari anak-anak, hingga ‘dewasa’,
rasional (masuk akal) hingga hal-hal yang bersifat imajinatif.
Dalam sejarah pertelevisian
Indonesia sekitar tahun 2005-an, berbagai film dewasa ditayangkan secara vulgar(walaupun
tidak se-vulgar film barat), ditambah program televisi yang di dalamnya
menayangkan kekerasan yang kemudian ditiru anak-anak SD sehingga menimbulkan
korban jiwa. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) kala itu harus bekerja keras
memberantas tayangan yang tidak mendidik bangsa, dan cenderung menghancurkan
masyarakat.
Seolah ingin menyambung mata rantai
ketidak-sehatan produksi perfilman Indonesia, hari ini kita menemukan fenomena
maraknya tayangan televisi yang bersifat mistik dibungkus dalam sebuah dekorasi
modern hingga terlihat relevan dengan zaman dan tidak terkesan
kampungan. Beberapa program televisi menayangkan berbagai acara dengan tema
mistik, hantu(imajinasi seseorang tentang orang yang telah mati namun hidup
kembali), atau perdukunan(orang yang disangka memiliki ilmu gaib). Beragam
acara dengan tema serupa dihadirkan agar menambah ingatan para pemirsa
televisi, baik saat menonton televisi atau saat melakukan aktivitas lainnya. Tayangan
seperti ini jika dilihat sepintas akan terlihat biasa saja dan lebih terkesan
hiburan, namun dibalik semua itu, pada waktu yang relatif pendek akan menimbulkan
dampak negatif dalam bentuk pembenaran oleh otak tentang informasi yang
didapatkan dari tayangan televisi tadi. Banyak orang paranoid atau
penakut, berbagai imajinasi tidak sehat dimunculkan pada situasi tertentu,
beberapa orang kejang-kejang malah disebut kesurupan(kemasukan roh
jahat), munculnya cerita penampakan makhluk gaib yang sebenarnya adalah
bayangan pohon atau malah bayangan diri sendiri yang terpantul dalam cermin,
atau hal-hal lain bersifat mistik yang mengganggu kondisi psikologis dan pola
pikir masyarakat. Tentu hal seperti ini tidak bisa ditanggapi main-main, perlu
ada tindakan preventif yang terintegrasi dari keluarga sebagai organisasi
terkecil negara, sampai birokrat yang mengurus undang-undang penyiaran sebagai
pemangku kebijakan. Pola pikir dan kondisi kejiwaan masyarakat yang sehat akan
menciptakan situasi yang sehat pula, sehingga pembangunan bangsa tidak akan
terhambat, kondisi keimanan masyarakat pun
tidak teracuni oleh hal-hal yang sama sekali tidak jelas keberadaannya. Dengan
meminimalisasi hal negatif pada masyarakat, diharapkan akan menciptakan keadaan
yang aman dan tenteram tanpa dijangkiti penyakit kejiwaan bersifat halusinasi
tak jelas yang akan menghambat produktivitas masyarakat Indonesia.
Maka dalam fenomena ini, disaat
sebagian orang menentang penayangan program yang tidak mendidik, hal yang dapat
kita lakukan adalah selektif dalam memilih tayangan televisi serta mempertimbangkan
muatan positif dan negatif acara yang dihadirkan, agar tujuan kita mendapatkan
informasi yang relevan dapat tercapai sesuai harapan. Hal sekecil apapun yang
anda lakukan bagi kebaikan anda sendiri dan orang banyak, insya Allah akan
diberikan balasan yang lebih baik oleh Allah Swt.
atau kunjungi web site Komisi Penyiaran Indonesia
2 Komentar