Tengah malam itu, kami sedang istirahat sambil tiduran di teras masjid. Untuk sebuah acara kampus, aku harus menginap. Bukan hanya tenaga waktu tidur kami ikut dirampasnya. Sebenarnya keadaannya cukup menyenangkan, sebelum beberapa orang yang bersitegang memperburuk segalanya.
“Apa yang kamu tahu tentang
ketindihan?” tanyamu.
“Sleep Paralysis, eh?” aku
balik tertanya.
“aku baru mengalaminya dua hari
yang lalu” katamu,”benar-benar mengerikan!” Kamu bercerita tanpa ada seorang
pun yang meminta.
***
Tiba-tiba, aku teringat
pengalamanku sendiri, puluhan Minggu yang lalu. Dalam posisi tidur yang sama,
dalam kelelahan yang sama.
DEG!
Aku mengira telah terbangun di
tempat yang gelap sekaligus pengap. Lalu, nafasku memendek, dadaku sesak.
Mataku mulai bergerak cepat
secara acak. Hingga ada objek janggal yang hinggap di lensa mataku; seseorang
yang sedang mengintip dari sudut ruangan.
Aku panik. Seseorang itu terus
mengintip dari kejauhan. Aku ingin lari. Tapi tidak bisa. Semuanya kaku,
tubuhku tak bisa digerakkan. Lalu, datang suara desau angin kencang, berisik
sekali. Aku ngeri dengan suara angin itu. ditambah seseorang itu masih
mengintip dari balik ruangan. Aku ingin menjerit. Tapi tak bisa.
“Astaghfirullah...” kataku di dalam
hati. Lalu, aku memejamkan mata kuat-kuat.
“Astaghfirullah...
Astaghfirullah...” aku mengulanginya beberapa kali.
***
“Hei!” Teriakmu. kamu mengagetkanku.
“Mengapa kita bisa mengalami Sleep
Paralysis?” kamu memulai pertanyaan.
“aku tak yakin.” jawabku,”Karena
kita tersesat di antara fase tidur dan terjaga(?)”
“Masuk akal.” Jawabmu,”aku
melihat diriku sendiri dan ruangan tempatku tidur secara nyata, tapi objek dan
suara yang kulihat lebih mirip khayalan.”
“Apa yang kamu lihat dalam sleep
paralysis?” tanyaku.
“Seseorang yang sedang mengintip
dari atap.” Katamu,”wanita dengan rambut se-punggung.”
Aku hanya diam. Sedang
membayangkan bagaimana sosok perempuan yang sedang mengintip dari atap itu.
“kira-kira, siapa wanita itu ya?”
kamu bertanya lagi.
***
“Siapa sosok yang kita lihat
dalam sleep paralysis?”
Aku kembali terlempar ke puluhan
Minggu yang lalu. Sedang membaca beberapa bahasan psikologi dalam ponsel.
“Bayangan yang kita lihat adalah
refleksi tubuh kita sendiri. Otak kita salah mengira, ia sangka kita sudah dalam
keadaan bangun.” Gumamku sambil membaca tulisan itu.
***
“Namanya juga mimpi”
jawabku,”semua objek dalam mimpi selalu imajinatif sekaligus acak, kan?”
“mana ada perempuan zaman
sekarang naik atap,eh?” kamu balik bertanya. Kemudian tertawa.
“Apa yang kamu lakukan jika
mengalami sleep paralysis lagi?” tanyaku.
“Terus memejamkan mata sampai
mimpi itu hilang.” Jawabmu.
“Kira-kira apa penyebabnya ya?”
aku lagi-lagi bertanya.
“Kurasa hal-hal semacam stres
bisa memicunya” jawabmu,”beberapa hari ini, aku cukup tertekan dengan bentakan-bentakan
senior.”
“Kurang tidur pun bisa jadi
penyebabnya, kan?” aku bertanya lagi. Ingin memastikan.
“Mungkin” Jawabmu
ragu,”sebenarnya terlalu sering tidur terlambat seperti ini pun tidak baik.”
“Apa salahnya?” kataku, tak
setuju.
“Tubuh kita akan sedikit
kebingungan” katamu,” karena jam tidur yang terlambat mungkin saja akan
menghambat mekanisme pemulihan oleh diri kita sendiri.”
“Aku tidak begitu paham” kataku,”
tapi aku setuju jika harus tidur cukup waktu.”
Kamu menarik nafas panjang, memasukan
udara tengah malam lebih banyak dari biasanya. Aku membenamkan tangan ke saku
jaket tebalku.
“Tapi, apakah kamu ingin
merasakan sleep paralysis lagi?” tanyaku lagi.
“Bisa jadi iya, bisa juga tidak.”
Jawabmu tak berpendirian,”konon sleep paralysis bisa mengantarkan pada lucid
dream.”
“Lucid dream?” tanyaku
penuh heran,”apa itu?”
Kamu menarik nafas panjang lagi.
Membuat jeda antara pertanyaanku dan proses berpikirmu. Kini, aku juga menarik
nafas cukup dalam, sambil menunggu jawabanmu.
“Sama halnya sleep paralysis,
lucid dream pun sesuatu yang tidak kita ketahui dengan pasti.”
0 Komentar