Halo? Apa kabar? Semoga baik :)
Pekan ini saya akan menjelaskan
tentang “menulis”. Topik ini diusulkan oleh salah satu friend facebook saya.
Sekalipun berbeda dengan topik-topik bahasan sebelumnya, tapi nampaknya akan
sangat menarik membahas hal ini. Yuk ikuti tulisan saya :)
Baca dulu INTROnya ya...
Komunikasi di dunia ini ada empat
jenis; mendengar, berbicara, membaca dan menulis. Mendengar dan membaca adalah
kemampuan reseptif (menerima informasi) sedangkan berbicara dan menulis adalah
kemampuan produktif (memberi informasi).
Nah, dari empat jenis komunikasi
ini, mengapa menulis yang menjadi pilihan?
Menulis itu Menyembuhkan
Menulis, buat saya adalah ‘penyembuhan’.
Saat saya ingin ‘menyembuhkan diri’ dengan menulis, biasanya saya menulis kejadian menyedihkan tapi mengambilnya
dari sudut pandang hikmah.
Praktiknya, menulis sebagai
penyembuhan ini misalkan begini :
Suatu hari, aku mempresentasikan sebuah materi di kelas. Tapi saat itu ada seseorang yang berusaha menjatuhkanku di depan orang banyak termasuk dosen. Dan rupanya dia berhasil menjatuhkanku! Karena kejadian itu, aku merasa malu, gugup bahkan terpuruk.
Nah, untuk masalah seperti ini,
biasanya saya tulis kemudian berikan kesimpulan apa hikmah dibaliknya. Sesuatu
seperti, “berprasangka baik saja... Ini cara Allah mengingatkan agar lebih
banyak baca.” Atau berterima kasih, karena dia –yang ingin menjatuhkan di
depan orang banyak- rupanya menganggap kita lebih hebat darinya. Kalau orang
lain ingin menjatuhkan, berarti posisi kita lebih atas kan?
Kembali ke laptop. Pertanyaan
selanjutnya mungkin,”Apa yang harus ditulis?”
Tulislah apa saja yang kita
rasakan dan kata apa saja yang terlintas di kepala. Jangan khawatir tulisanmu
buruk. Kita belum masuk sesi editing tulisan. Jadi, jangan dulu di edit.
Apalagi baru selesai satu paragraf udah dibaca ulang, terus di edit, ditambah,
dikurangi dan hasilnya tulisan kita tak pernah selesai.
Selain bikin lega, secara pribadi
saya mengalami kalau menulis apa yang kita rasakan ini melatih diri untuk lebih
jujur lagi tentang apa yang sedang dirasakan; mengapa kita merasa kesal atau
sedih? kira-kira apa sebabnya orang itu mau menjatuhkan kita? apa yang membuat
kita khawatir ? pelajaran apa yang bisa diambil dan seterusnya.
Perlu dicatat, menulis sebagai penyembuhan ini tidak hanya
harus menulis perasaan sedih. Saya pun pernah menulis perasaan bahagia.
Tujuannya adalah untuk dibaca ketika saya sedih. Menjadi pengingat kalau sebelum
kesedihan ini datang, kita pernah kok merasakan hal menyenangkan.
Hidup ini tentang bertukar peran kan?
Hidup ini tentang bertukar peran kan?
Menulis = berpikir sistematis
Kalau cara seseorang menulis itu mengalir dan rapih, besar
kemungkinan cara berpikirnya pun tertata. Hal ini berlaku pula sebaliknya.
Selama kuliah, saya belajar untuk membuat karya ilmiah
(mulai dari makalah sampai skripsi) yang ketat dengan sistematika. Nah ini
sebenarnya pendidikan agar bisa rapi dalam menulis, selanjutnya rapi dalam
berpikir.
Seperti karya ilmiah yang mulai dari judul, kemudian diikuti
latar belakang masalah, kemudian masuk ke bagian selanjutnya, dan sampai
akhirnya selesai, berpikir pun harus begitu. Runut dari awal, jangan tiba-tiba
pembahasan dan kesimpulan.
Karena menulis = berpikir sistematis, saya berpendapat
kalau...
Menulis itu KEREN
Sejak dulu (SMP-SMA) saya agak
kesulitan menyampaikan pendapat melalui lisan. Naaah jadi saya memilih
menyampaikan pendapat melalui cara lainnya, walaupun dulu lebih dominan membuat
gambar dibanding tulisan hehehe.
Bagian yang paling menyenangkan
dari menulis adalah saat kita bisa bermain di medan tafsir pembacanya.
Saat saya menulis kata “sekolah” misalnya,
saya membayangkan “sekolah” dengan imajinasi saya sendiri, kemudian pembaca pun membayangkan sekolah dengan imajinasinya sendiri.
Jadi kalau saya punya 100 pembaca, artinya ada 100 imajinasi tentang sekolah juga. Dan banyak orang merasa bahagia saat imajinasinya dibawa oleh cerita, mengajak mereka menjadi aktor atau aktrisnya.
Saat saya menulis kata “sekolah” misalnya,
saya membayangkan “sekolah” dengan imajinasi saya sendiri, kemudian pembaca pun membayangkan sekolah dengan imajinasinya sendiri.
Jadi kalau saya punya 100 pembaca, artinya ada 100 imajinasi tentang sekolah juga. Dan banyak orang merasa bahagia saat imajinasinya dibawa oleh cerita, mengajak mereka menjadi aktor atau aktrisnya.
Sisanya, menulis itu jadi keren ya bisa karena penulis itu punya banyak wawasan dan punya karya; alat yang akan jadi 'kartu nama' bagi pemiliknya.
Oke, sekian yang bisa saya bahas. Semoga bermanfaat :)
Oke, sekian yang bisa saya bahas. Semoga bermanfaat :)
9 Komentar
salam kenal dan semangat menulis
Salam kenal, ya :)