Advertisement

Responsive Advertisement

Mengapa Kerendahan Hati Menjadi Kunci Pertumbuhan Bisnis?

Saya terkesiap ketika kalimat itu muncul di slide presentasi: "Sudah banyak perusahaan yang terlambat berinovasi, entah karena arogan..." Kalimat itu membekukan waktu, membawa saya pada satu kesadaran: yang membuat perusahaan bangkit atau hancur, mungkin pada awalnya hanyalah satu perasaan saja—arrogant (merasa lebih baik) atau humble (rendah hati).

Saat itu, saya mengikuti Leader Development Program Syaamil Group pertemuan ke-3. Pembahasaan saat itu tentang growth mindset versus fix mindset.

Penyaji memaparkan studi kasus, menguraikan kisah perusahaan besar yang gagal bertahan karena terlalu percaya diri dan menolak perubahan. Tak berhenti di situ, penyaji juga membagikan contoh lain: perusahaan yang terus berkembang justru karena berani mendengarkan, belajar, dan rendah hati—sikap yang membuat mereka selalu sigap menyikapi perubahan.

Saya terlempar ke tahun 2022. Saat itu, dunia digital marketing sedang bergeser sebagai salah satu dampak pandemi Covid-19. Customer mulai beralih dari pembelian via WhatsApp ke e-commerce. Namun, saya bersikukuh mempertahankan kanal lama, merasa bahwa strategi yang pernah berhasil akan terus relevan. Saat itu, saya tidak mau mengakui bahwa kenyataan sudah berubah. Hasilnya? Pekerjaan terasa berantakan, penjualan menurun, dan saya merasa stuck.

Setelah perusahaan dan diri saya "babak belur", di awal 2023, saya memutuskan untuk menerima perubahan itu. Saya mulai belajar tentang strategi e-commerce, CEO saya mendatangkan rekan bisnis yang telah sukses di e-commerce. Saya mengganti pola kerja yang lama. Keputusan itu membawa hasil positif. Perusahaan mulai bangkit kembali, dan sejak itu, kinerja terus meningkat. Biidznillah...

Pengalaman tersebut mengajarkan saya satu hal penting: rendah hati bukanlah tanda kelemahan, tapi tanda kebijaksanaan. Nintendo, perusahaan raksasa game asal Jepang, pernah menerima ide brilian dari seorang karyawan magang. Alih-alih meremehkan, mereka justru mendengarkan, mempertimbangkan, dan menerapkannya sebagai strategi. Hasilnya sangat mengejutkan.

Sebagai manusia, kita memang cenderung merasa nyaman pada apa yang sudah biasa. Namun, kenyamanan itulah yang bisa menjebak kita pada fix mindset. Penting bagi kita untuk terus belajar, mendengarkan, dan rendah hati menerima kritik maupun ide baru. Itulah sifat yang diwariskan Adam alaihis salam—rendah hati dan mau mengakui kekurangan diri, berbanding terbalik dengan arogansi Iblis yang merasa lebih baik dari orang lain.

Rendah hati adalah kunci bertahan. Bukan hanya dalam konteks pribadi, tetapi juga dalam membangun sebuah organisasi yang tangguh dan siap menghadapi perubahan. Jika ingin tetap tumbuh, jangan pernah merasa paling benar. Tetap terbuka, tetap belajar, dan tetap rendah hati.


Photo by Kammeran Gonzalez-Keola










Posting Komentar

4 Komentar

Anonim mengatakan…
Terimakasih tulisan pengingat nya buat kami yang masih merintis dan terus belajar. Komar ☕😇
Trias Abdullah mengatakan…
hatur nuhun sudah berkenan membaca kang Komar 😇
Anonim mengatakan…
Terima kasih kang pengingatnya, qadarullah sedang muhasabah dan tertampar..
Trias Abdullah mengatakan…
Terima kasih sudah membaca 😊