Advertisement

Responsive Advertisement

Cerita Anak 19 Bulan Menggambar di Sprei ibunya

Ressa Nur Oktiani Aysel Jasmine Habibatillah

Aysel,

Sore itu, Ada coretan spidol di pipi Bunda. Tepatnya lebih dari sepuluh titik dan dua garis memanjang. Semuanya warna pink. Dan itu jarang terjadi. Bahkan seumur pernikahan Aba dan Bunda.


Waktu itu, Aba tak berani bilang. Hanya memperhatikan, kemudian menghitung seribu kemungkinan; apakah geometri dasar-artistik itu bagian dari pelajaran untuk Aysel? Atau Bunda tak sengaja mencoret di wajah saat mengajar? Atau ada kemungkinan-kemungkinan lain yang tak logis?


Setengah jam kemudian, Bunda menemui Aba. “Kenapa ga bilang siih?” Aba hanya bisa nyengir.


Ternyata Aysel pelakunya. Di tangan dan kaki Aysel ada coretan yang sama. Bahkan di sprei, garis-garis abstrak itu ada juga.


Tadi siang bunda tertidur. Aysel, yang harusnya ikut tidur siang, menolak tidur dan mengambil tempat alat tulisnya bunda.


Aysel mungkin bukan satu-satunya bayi yang menggambar di atas pipi ibunya. Di belahan dunia lainnya, keterampilan motorik halus sedang berkembang pesat pada bayi usia 0-1 tahun. Dan berkembang menjadi coretan tanpa makna di usia 2-3 tahun.


Kabar baiknya, itu semua hal yang bagus. Sebab itulah dasar manusia dapat membuat ‘tanda’ melalui gambar untuk mewakili sesuatu.


Tapi, apakah itu semua masih dalam batas normal? Bukankah menggambar di pipi Bunda yang sedang tidur termasuk tindakan kurang sopan? Belum lagi noda tinta di sprei, tidak mudah untuk mencucinya kan?


Manusia adalah makhluk pembelajar. Bahkan sejak bayi sekalipun. Bukan tanpa alasan mengapa bayi 2 tahun berusaha menyentuh permukaan karpet, mengigit sendok, atau memegang lidah sendiri. Semuanya untuk memenuhi tuntutan belajar panca inderanya.


Aba mengerti, barangkali Aysel ingin melihat respons; apa yang terjadi jika kuas spidol bertemu kertas? Apa yang terjadi jika kuas spidol bertemu kulit? Atau barangkali bertemu air? Aysel ingin tau perbedaan responnya.


Termasuk Aysel ingin tahu apa bedanya rasa anggur dengan rasa keringat? Aysel menjilat hampir semua benda baru. Atau apa bedanya melempar bola plastik dengan melempar remote TV? Aysel ingin lihat apa beda semuanya.


Tentang sopan atau tidak, Aba tak melihat ekspresi marah di wajah Bunda. Kesal pun tidak. Barangkali karena bunda sadar, noda di wajah bisa dicuci, tapi kreativitas Aysel sedang pesat-pesatnya. Sprei bisa diganti, tapi detik Aysel belajar tidak bisa diulang. 


Tentang sopan atau tidak, selama Aysel tidak melakukannya di pipi mamang sayur komplek, atau ibu warung, atau Atau siapa saja selain Aba dan Bunda, tidak masalah. 


Dan sebenarnya bukan Aysel saja yang belajar. Aba dan Bunda pun harus sama-sama belajar. Sebab 19 bulan yang lalu, bukan hanya Aysel yang lahir sebagai bayi, tapi Bunda terlahir sebagai ibu dan Aba terlahir sebagai Ayah. Kita semua sama-sama lahir ke dunia sebagai manusia yang baru.


Barangkali sejak usia 18 bulan, Aysel sedang belajar memahami banyak hal baru. Khususnya perasaan ‘ingin sesuatu’—yang awalnya Aysel tak pernah merasakannya. 


Aysel senang Ketika keinginan itu bisa dicapai, dan merasa kecewa Ketika gagal mendapatkan apa yang diinginkan.


Aba dan Bunda pun sama-sama belajar. Belajar bagaimana harus bersikap Ketika Aysel ingin mengambil gunting di atas meja, atau toples kaca di lemari tinggi. Kita bertiga sedang sama-sama belajar, nak.


Karenanya, Aba ingin menikmati semuanya. Detik demi detik perjalanan belajar antara Aysel Aba dan Bunda. Setiap Langkah dalam perjalanan hidup kita bertiga. 


Sebab akan ada waktunya Aysel akan tumbuh besar dan bertambah tinggi. Terlalu berat untuk digendong dengan gendongan kaos. Terlalu membosankan untuk mendengarkan cerita burung Hud Hud dan rapat pasukan hewan Nabi Sulaiman As. Dan terlalu remeh untuk menyiram tanaman ketika di waktu yang sama Bunda mencuci pakaian.


Karenanya, Aba dan Bunda tidak melihat spidol di sprei sebagai noda, melainkan kenangan bahwa ada bayi satu setengah tahun yang sedang menjalankan tugas belajarnya. Orang tua yang sedang belajar untuk merespons sewajarnya dan setepat-tepatnya. Dan usaha agar kasih sayang bisa mengalahkan kalkulasi-kalkulasi harga detergent untuk menghilangkan nodanya, atau kalori yang dikeluarkan untuk menggosok kainnya.


Dan karena Allah merancang manusia menjadi makhluk yang sabar menjalani proses belajarnya, kita pasti bisa melalui semua tahapannya :)

Posting Komentar

0 Komentar