Advertisement

Responsive Advertisement

Sebenarnya, Yang Divonis Mati Itu Saya

"To the infinity" reddit.com via pinterest


Saya masih di kantor ketika hakim memutuskan hukuman mati untuk Ferdy Sambo.


Ferdy Sambo adalah salah satu terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua. Kasus ini menyita perhatian publik setidaknya 220 hari sejak 8 Juli 2022.


“Gimana ya perasaan Ferdy Sambo?” Komentar teman saya.


Saya tersenyum tak natural.


Kawan itu mengingatkan saya pada ceramah Ustadz Salim A Fillah.


Kita ini tak ada bedanya dengan terpidana mati di penjara” kata Ustadz Salim, “sama-sama tak tahu kapan waktu eksekusinya.


Saya ingat pertama kali mendengar ceramah beliau ini di perjalanan menuju kantor.


Kita sudah divonis mati oleh Allah” lanjut beliau, “Kullu nafsin dzaiqatul maut. Semua yang bernyawa akan merasakan kematian.”


Saya menahan nafas. Tapi beliau belum selesai.


Ada waktu yang tersisa untuk kita manfaatkan betul-betul untuk memperbanyak bekal, mempersedikit beban. Memperbanyak pembela, mempersedikit orang-orang yang menggugat atau penuntut nanti di pengadilannya Allah Swt. 


“Gimana ya perasaan Ferdy Sambo?” Pertanyaan itu terngiang lagi di kepala.


Apakah ia mengisi harinya dengan beribadah sepanjang waktu?” Lanjut diri saya, “Apakah ia sedang mentaubati dosa-dosanya?”


Saya menarik nafas panjang. Kemudian menerawang jauh ke dalam diri. Ingin sekali pertanyaan tajam ini saya tujukan pada diri sendiri.


Jika sama-sama terpidana mati seperti halnya Ferdy Sambo, mengapa bersikap seolah-olah akan hidup selamanya?

Posting Komentar

0 Komentar