Advertisement

Responsive Advertisement

Jadi, tempat meninggal saya adalah kamar mandi?

Suatu dini hari, saya terbangun dari tidur. Ada sesuatu yang ingin keluar dari mulut saya.

Saya menyeret kaki ke luar. Jam dinding menunjukkan sekitar pukul dua pagi. Dari jauh, pintu toilet menunggu langkah saya yang gontai.

“Ya Allah” batin saya, “inikah mati itu?”

Saya memegangi leher. Sesuatu itu tertahan di kerongkongan.

“Ya Allah” batin saya lagi, “jadi tempat meninggal saya adalah kamar mandi?”

Saya mencari-cari kalimat “laa ilaha illallah” dalam benak saya. Tapi kata itu tak kunjung muncul.

Setelah itu, saya tak tahu apa yang terjadi. Saya pun tak ingat apa-apa kecuali saya tengah terduduk. Sementara semua makan malam saya berserak di toilet.

Dari luar kamar mandi, Ressa dan Aysel memanggil-manggil.

Saya melangkah ke luar. Ressa membuatkan saya teh manis. Setelah itu, saya kembali tidur.

Hari-hari setelah itu, saya tak bisa berhenti memikirkan kejadian malam itu. Ada satu hal yang membuat saya cemas.

“Kenapa ya” batin saya lirih, “laa ilaha illallahu itu ga ringan diucap. Bahkan saya lupa di waktu segenting itu.”

Dari sana, saya paham diri saya masih error. Masih banyak salahnya. Sering menuhankan sesuatu selain Allah. Entah itu ego, harga diri, kendaraan, pekerjaan atau hal-hal konyol lainnya.

Semoga Allah berkenan saya kembali menyembah-Nya; dalam setiap postingan, dalam setiap presentasi rapat, dalam setiap todo harian, dalam setiap kepulangan di pintu rumah. Dalam setiap hela nafas-nafas saya ke depan.

Terakhir, trust me, menyembah selain Allah itu capek kawan.

Kalau kamu tak merasakannya sekarang, suatu saat nanti pasti.

saya memotret keran ini keesokan harinya setelah kajadian malam itu.

Posting Komentar

0 Komentar